BUDAYA ORGANISASI
PENDAHULUAN
Budaya adalah satu set nilai, penuntun, kepercayaan, pengertian, norma, falsafah, etika, dan cara berpikir. Budaya yang ada di suatu lingkungan, sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan pribadi yang berada di dalam lingkungan tersebut.
Setiap lingkungan tempat tinggal memiliki budaya yang dibuat oleh nenek moyang dan diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi untuk dianut dan dilestarikan bersama. Perusahaan adalah sebuah lembaga yang terdiri dari banyak karyawan yang merupakan individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu lingkungan, agama, pendidikan, dan lain-lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan terdiri dari individu dengan kultur bawaan yang berbeda-beda.
Globalisasi ekonomi dan kedatangan era perubahan dalam menghadapi perdagangan bebas merupakan tantangan serius bagi para eksekutif dalam mengelola organisasi. Dalam menghadapi perubahan harus diperlukan kehati-hatian untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan sekaligus menjaga kelangsungan organisasi agar mampu bertahan hidup.
Oleh karena itu diharapkan perusahaan yang ada di dalam negeri dapat mempersiapkan diri untuk membina organisasinya, terutama sumber daya manusia dan sistem, untuk mampu menghadapi kedatangan pesaingnya, baik dalam industri sejenis lokal maupun industri yang bertaraf internasional.
Menurut Moeljono (2003) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat dan dijadikan acuan perilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Budaya organisasi yang kuat memberikan para karyawan suatu pemahaman yang jelas dari tugas-tugas yang diberikan oleh organisasi, mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku anggota-anggotanya, karena tingginya tingkat kebersamaan. Budaya organisasi juga bisa memberikan kesetiaan dan komitmen bersama. Apabila karyawan diberikan pemahaman tentang budaya organisasi, maka setiap karyawan akan termotivasi dan semangat kerja untuk melakukan setiap tugas-tugas yang diberikan oleh perusahaan. Hal ini salah satu kunci untuk memperoleh prestasi kerja yang optimal, sehingga produktivitas meningkat untuk mencapi tujuan organisasi dan kinerja karyawan.
Dengan adanya budaya organisasi yang kuat dan sehat di setiap perusahaan akan berdampak positif di perusahaan tersebut yang dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena diformulasikan secara formal ke dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan, serta dapat eksis dalam kelangsungan hidup perusahaan.
Dalam hal membahas tentang organisasi dan perilaku orang-orang di dalamnya memperhatikan berbagai macam masalah, terutama masalah prestasi kerja. Jika karyawan tidak melakukan pekerjaannya, maka organisasi tersebut pada akhirnya akan mengalami kegagalan. Maka dari itu, budaya organisasi/perusahaan sangat penting bagi pembentukan perilaku karyawan dalam meningkatkan kinerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Kita menyadari bahwa budaya organisasi sangat penting bagi pembentukan perilaku kerja baik oleh pimpinan maupun bawahan, sehingga tercipta budaya kerja yang saling berkesinambungan.
Seperti kita tahu, budaya organisasi dipengaruhi oleh lingkungan tempatnya berada, karena organisasi adalah sebuah sistem yang terbuka, yang selalu beradaptasi dengan lingkungan agar dapat meraih tujuannya. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan sosial, politik, alam dan berbagai variable lingkungan lainnya. Secara lebih spesifik, budaya organisasi juga berbeda di setiap organisasi, tergantung visi, misi, dan strategi organisasi dalam upaya mencapai tujuannya.
Terdapat enam sumber utama yang sangat mempengaruhi budaya organisasi:
1. Budaya masyarakat atau budaya nasional dimana organisasi berada secara fisik
2. Visi, gaya, manajerial dan kepribadian para pendiri organisasi atau para pemimpin yang dominan
3. Macam bisnis yang digeluti dan nature of business environment
4. Struktur organisasi
5. Perilaku pelanggan akan berpengaruh terhadap perilaku organisasi
6. Tradisi warisan organisasi yang tercermin dalam nilai maupun artefak.
Berbagai sumber budaya organisasi ini menjadikan budaya setiap organisasi bersifat spesifik dan unik. Selain itu, budaya organisasi juga bersifat relatif dan tidak ada budaya yang baik atau buruk, tetapi yang ada adalah budaya itu sesuai atau tidak. AR Adnan mengatakan bahwa pembangunan budaya perusahaan tidak mungkin dimulai dari karyawan bawah. Budaya perusahaan hanya akan berjalan efektif bila dimulai dari level pimpinan dan manajer.
II.1. Perekat Budaya Organisasi
Terbentuknya sikap saling percaya bahwa kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahan akan memberikan daya rekat (social glue), tetapi ada beberapa karyawan yang tidak bisa mengemban amanah kepercayaan tersebut. Beberapa datang tidak tepat waktu, karena mereka beranggapan bahwa pimpinan mereka kurang layak menjadi pemimpin, misalnya dalam hal memimpin jalannya rapat. Selain itu, keakraban disamping kepercayaan yang diberikan pimpinan kepada bawahan juga diperlukan karena merupakan hal yang menonjol. Kejujuran dan tanggung jawab dari masing-masing pribadi juga sangat menentukan terjalinnya budaya organisasi yang baik. Budaya organisasi menawarkan suatu sistem bersama mengenai arti dimana menjadi dasar untuk komunikasi dan pemahaman bersama.
II.2. Pembentukan Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam (EH Schein,1996:236). Pada tingkat yang lebih jelas, budaya diwakili benda-benda khusus, yang terdiri dari perwujudan fisik dari budaya organisasi. Proses pembangunan budaya organisasi perlu didukung secara internal dan eksternal apalagi masih berkaitan dengan etos kerja perusahaan.
Empat konsep corporate culture:
a) Norma, aturan, nilai-nilai, etos kerja
b) Seremoni, ritual, simbol, arsitektur, dekorasi
c) Protocol, prosedur, birokrasi, tata tertib, lapangan parkir khusus
d) Pendiri, pahlawan, pemimpin, manajer
Pembentukan budaya organisasi terjadi ketika anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut keutuhan organisasi. Pembentukan budaya organisasi diawali oleh para pendiri (founder) melalui beberapa tahapan:
1)Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan sebuah organisasi atau perusahaan.
2)Ia menggali dan mengerahkan sumber-sumber, baik orang yang paham atau setujuan dengan pendiri tersebut, menyangkut SDM, biaya, teknologi dsb.
II.3. Dasar dan Fungsi Budaya Organisasi
Nilai-nilai dan keyakinan organisasi merupakan dasar budaya organisasi. Keduanya juga memainkan peranan penting dalam mempengaruhi etika berperilaku. Nilai memiliki beberapa komponen kunci, diantaranya berupa konsep kepercayaan, mengenai perilaku yang dikehendaki serta pedoman menyeleksi dan mengevaluasi kejadian dan perilaku. Nilai-nilai dalam organisasi menyangkut:
- Nilai pendukung (espaused values) menunjukkan nilai-nilai yang dinyatakan secara eksplisit yang dipilih oleh organisasi. Umumnya mereka dibentuk oleh pendiri perusahaan baru atau kecil dan oleh tim top management dalam sebuah perusahaan yang lebih besar.
- Nilai-nilai yang diperankan (enacted values) merupakan nilai dan norma yang sebenarnya ditunjukan atau dimasukkan kedalam perilaku karyawan.
Bila karyawan menunjukkan integritas dengan menjalankan komitmennya, nilai pendukung dan nilai yang diperankan dan perilaku individual dipengaruhi oleh nilai integritas. Sebaliknya, bila para karyawan tidak menjalankan komitmennya maka nilai integritas hanya merupakan aspirasi yang tidak mempengaruhi perilaku.
Fungsi budaya organisasi mencakup:
a) Memberikan identitas organisasi kepada para karyawannya
b) Memudahkan komitmen kolektif
c) Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Stabilitas sistem sosial mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung, dan konflik serta perubahan diatur dengan efektif.
d) Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya. Fungsi budaya ini membantu para karyawan memahami mengapa organisasi melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka panjang.
II.4. Meningkatkan Kinerja Finansial Organisasi
Budaya organisasi dapat kuat atau lemah tergantung pada variabel-variabel seperti keterpaduan, konsensus nilai, dan komitmen individual terhadap tujuan bersama. Tiga perspektif telah diusulkan untuk menjelaskan tipe budaya yang meningkatkan prestasi ekonomis organisasi, yaitu:
a) Perspektif kekuatan, memprediksikan hubungan signifikan antara kekuatan budaya organisasi dan prestasi financial jangka panjang. Gagasannya adalah bahwa budaya yang kuat menciptakan kesamaan tujuan, motivasi karyawan dan struktur pengendalian yang dibutuhkan untuk meningkatkan prestasi organisasi. Kritik terhadap prestasi ini bahwa perusahaan dengan budaya yang kuat dapat menjadi arogan, terlalu terfokus dalam hati dan birokratis setelah mereka meraih sukses financial, karena sukses financial mendorong budaya yang kuat.
b) Perspektif kesesuaian, berdasar pada premis bahwa budaya organisasi harus sejajar dengan konteks strategis atau bisnis.
c) Perspektif adaptasi, mengasumsi bahwa budaya yang paling efektif membantu budaya organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
II.5. Bagaimana Budaya Ditanamkan dalam Organisasi
Edgar Schein, sarjana Perilaku Organisasi yang terkenal, mencatat bahwa menanamkan sebuah budaya melibatkan proses belajar. Karenanya, para anggota organisasi mengajarkan satu sama lain mengenai nilai, keyakinan, dan perilaku yang dipilih organisasi, yang menggunakan mekanisme berikut:
a) Pernyataan filosofi normal, misi, visi, nilai dan material organisasi yang digunakan untuk rekruitment, seleksi dan sosialisasi.
b) Desain secara ruangan fisik, lingkungan kerja dan bangunan
c) Slogan, bahasa, akronim dan perkataan
d) Pembentukan peranan secara hati-hati, program pelatihan, pengajaran dan pelatihan oleh para manajer dan supervisor
e) Penghargaan eksplisit, simbol status (gelar), kriteria promosi
f) Aktivitas, proses, atau hasil organisasi yang juga diperhatikan, diukur dan dikendalikan pimpinan
g) Reaksi pimpinan terhadap reaksi insiden yang kritis dan krisis organisasi
h) Struktur organisasi dan aliran kerja
i) Sistem dan prosedur organisasi
j) Tujuan organisasi dan kriteria gabungan yang digunakan untuk rekruitment, seleksi, pengembangan, promosi, pemberhentian dan pengunduran diri karyawan.
II.6. Melestarikan Budaya Organisasi
Untuk melestarikan budaya organisasi dapat dilakukan dengan cara:
1. Proses seleksi, memperhitungkan kecocokan dengan organisasi :
- Mencari orang-orang yang mempunyai budaya yang cocok dengan organisasi (dalam arti kepribadiaanya, melalui tes wawancara);
- Mencari orang-orang yang baru sama sekali untuk mendoktrinasi pegawai.
2. Manajemen puncak, memperhatikan perilaku manajemen dan keteladanan;
3. Sosialisasi, proses penyesuaian diri terutama bagi pegawai baru;
4. Ritual khusus yang sering dilakukan perusahaan;
5. Simbol material, kendaraan yang digunakan pimpinan, penataan fisik, ruang dan gedung, dan cara berpakaian.
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Dengan kekuatan budaya organisasi yang dibangun dan mengakar akan mampu mendorong setiap individu yang terlibat di dalamnya secara sadar diri mematuhi dan manjalankan seluruh kebijakan yang ditetapkan oleh manajemen berlandaskan nilai-nilai dasar yang telah disepakati. Ini menunjukan bahwa budaya organisasi berhubungan secara signifikan dengan sikap dan perilaku karyawan, komitmen organisasi, kepuasan kerja, pergantian karyawan. Selain itu, terbukti bahwa prestasi finansial yang lebih tinggi dicapai oleh perusahaan yang memiliki budaya yang fleksibel.
III.2. Saran
Beberapa saran yang perlu diperhatikan antara lain:
a) Setiap perusahaan memang hendaknya memiliki budaya organisasi untuk menunjukan ciri khas dari perusahaan itu sendiri yang membedakannya dari perusahaan lain, selain itu juga digunakan untuk meningkatkan produktivitas karyawan.
b) Apabila suatu perusahaan mengalami suatu masalah, maka hendaknya permasalahan diselesaikan sesuai dengan budaya organisasi dari perusahaan itu sendiri, sehingga tidak menyimpang dari nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Kreitner, Robert dkk. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Naruto Shippuden 139
00.06 | Diposting oleh zumri-policeline.blogspot.com | Comments: (0)pada episode kali ini menampilkan tentang rahasia besar keluarga uchiha dan tragedi yang melatar belakangi pembataian besar basaran yang di lakukan itachi, bagaimanakah reaksi sasuke setelah kematian itachi,dan identitas tobi yang ternyata adalah uchiha madara pendiri klan uchiha download naruto 139 disini
05.25
|
Diposting oleh
zumri-policeline.blogspot.com
|
Comments: (0)
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI MELALUI SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI
Judul: IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI MELALUI SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): Dwi Irawati
Saya Dosen di Purworejo
Topik: budaya organisasi
Tanggal: 27 september 2008
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI MELALUI SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI
Dwi Irawati
Universitas Muhammadiyah Purworejo
This article describes the significant impacts of promoting corporate culture for employees especially new recuits in their understanding of corporate culture or corporate values. Promoting corporate culture and / or corporate values is often used by many organizations to help their employees recognizing the organization's condition and surroundings. The success of this process depends on the role of the manager as well as the employess's involvement in achieving "person-culture fit", degrees of efficacy in reaching according to organizational culture, and accuracy of selected socialization method and weared.
Keywords: organization, corporate culture, person-culture fit, corporate values.
Pendahuluan
Kecenderungan sifat persaingan menuju persaingan global mesti disikapi dengan cepat dan tepat karena persaingan yang bersifat global tersebut biasanya menuntut perubahan manajemen atau pun struktur organisasi yang pada akhirnya akan berdampak pula pada budaya organisasi, dan sebaliknya. Namun, perubahan manajemen dan restrukturisasi tidak akan membawa hasil yang optimal tanpa disertai adanya budaya yang kondusif terhadap perubahan tersebut.
Organisasi sebagai sistem yang terbuka, dapat dipandang sebagai homogeneous culture dan heterogeneous
culture. Homogeneous culture menekankan pada proffesional culture dan corporate culture yang secara bersama-sama membentuk suatu komitmen jangka panjang terhadap kemajuan organisasi, sedangkan heterogeneous culture dibentuk dan dikembangkan oleh subkultur yang tumbuh dalam unit yang berbeda dalam suatu organisasi.
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh indikasi bahwa budaya organisasi akan dapat dipahami dan diterima dengan baik oleh anggota (karyawan) hanya apabila di antara keduanya terdapat kesesuaian / kecocokan, yaitu antara budaya yang tumbuh dan berkembang dalam organisasi dengan budaya yang tumbuh dalam setiap individu (person-culture fit). Semakin tinggi kesesuaian di antara keduanya, maka semakin rendah tingkat turnover karyawan (Bass & Avolio, 1993; Vestal, 1997). Salah satu cara yang dapat dipakai untuk mewujudkan kesesuaian antara budaya organisasi dengan budaya setiap individu anggota adalah proses sosialisasi budaya organisasi.
Proses sosialisasi diperlukan anggota untuk menjadikan mereka sebagai anggota organisasi yang baik, sehingga anggota tidak merasa asing dengan situasi dan budaya yang telah dimiliki organisasi. Biasanya, karyawan yang untuk pertama kalinya bergabung dengan perusahaan akan merasa asing dan diliputi ketidakmengertian yang mendalam tentang prosedur-prosedur ataupun kebijakan-kebijakan serta nilai-nilai yang terdapat dalam organisasi.
Salah satu tujuan sosialisasi adalah memperkenalkan nilai-nilai budaya organisasi secara total sehingga diharapkan karyawan akan berperilaku sesuai dengan budaya organisasi. Proses sosialisasi budaya membutuhkan waktu lama di samping juga memerlukan perhatian serius. Program sosialisasi pada akhirnya diharapkan mampu memberikan gambaran yang tepat kepada karyawan tentang lingkungan pekerjaan dan budaya organisasi tempatnya bekerja.
Untuk menciptakan proses sosialisasi yang benar, diperlukan keterlibatan karyawan, organisasi itu sendiri, dan pemimpin yang dapat memberikan dukungan serta melakukan koordinasi yang tepat selama proses sosialisasi.
Pentingnya Memahami Budaya Organisasi
Setiap organisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya organisasi. Menurut Robins (1999) budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang memedomani sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku (Susanto, 1997).
Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal maupun kegiatan implementasi perencanaan, dimana setiap kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya organisasi.
Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Budaya Organisasi
Hasil penelitian yang dilakukan O'Reilly, Chatman dan Caldwell (1991) dan Sheridan (1992) menunjukkan arti pentingnya nilai budaya organisasi dalam mempengaruhi perilaku dan sikap individu. Hasil penelitian tersebut memberikan indikasi bahwa terdapat hubungan antara person-organization fit dengan tingkat kepuasan kerja, komitmen dan turnover karyawan, dimana individu yang sesuai dengan budaya organisasi memiliki kecenderungan untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen tinggi pada organisasi, dan juga memiliki intensitas tinggi untuk tetap tinggal dan bekerja di organisasi, sebaliknya, individu yang tidak sesuai dengan budaya organisasi cenderung untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen rendah, akibatnya kecenderungan untuk meninggalkan organisasi tentu saja lebih tinggi (tingkat turnover karyawan tinggi). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai budaya secara signifikan mempengaruhi efektifitas organisasi melalui peningkatan kualitas output dan mengurangi biaya pengadaan tenaga kerja.
Dengan memahami dan menyadari arti penting budaya organisasi bagi setiap individu, akan mendorong para manajer menciptakan kultur yang menekankan pada interpersonal relationship (yang lebih menarik bagi karyawan) dibandingkan dengan kultur yang menekankan pada work task. Menurut Robbins (1993) ada sepuluh karakteristik kunci yang merupakan inti budaya organisasi, yakni :
1) Member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing-masing,
2) Group emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan dibandingkan kerja individual,
3) People focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota organisasi,
4) Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan untuk beroperasi secara terkoordinasi,
5) Control, yaitu banyaknya / jumlah peraturan dan pengawasan langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan,
6) Risk tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk menjadi lebih agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko,
7) Reward criteria, yaitu berapa besar imbalan dialokasikan sesuai dengan kinerja karyawan dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau faktor-faktor nonkinerja lainnya, 8) Conflict tolerance, yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada karyawan untuk bersikap terbuka terhadap konflik dan kritik,
9) Means-ends orientation, yaitu intensitas manajemen dalam menekankan pada penyebab atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mengembangkan hasil,
10) Open-system focus, yaitu besarnya pengawasan organisasi dan respon yang diberikan untuk mengubah lingkungan eksternal.
Manfaat Budaya Organisasi
Kesinambungan organisasi sangat tergantung pada budaya yang dimiliki. Susanto (1997) mengemukakan bahwa budaya perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai daya saing andalan organisasi dalam menjawab tantangan dan perubahan. Budaya organisasi pun dapat berfungsi sebagai rantai pengikat dalam proses menyamakan persepsi atau arah pandang anggota terhadap suatu permasalahan, sehingga akan menjadi satu kekuatan dalam pencapaian tujuan organisasi.
Beberapa manfaat budaya organisasi dikemukakan oleh Robbins (1993), yaitu:
1) membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi lain karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada di dalamnya,
2) menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota; dengan budaya yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasinya,
3) mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu,
4) menjaga stabilitas organisasi; komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi internal organisasi relatif stabil.
Keempat fungsi tersebut menunjukkan bahwa budaya dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitasnya. Oleh karena itu, nilai-nilai yang ada dalam oragnisasi perlu ditanamkan sejak dini pada diri setiap anggota.
Sosialisasi Budaya Organisasi
Definisi Sosialisasi
Budaya organisasi yang homogen dapat diciptakan melalui kegiatan sosialisasi budaya organisasi. Dalam hal ini perusahaan melakukan tindakan manipulasi budaya/persepsi. Hal-hal yang dianggap membawa pengaruh buruk pada anggota akan diarahkan agar memberi pengaruh baik, sehingga tindakan ini diharapkan dapat menciptakan kondisi yang paling ideal yang harus dilakukan seluruh anggota.
Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses di mana individu ditransformasikan pihak luar untuk berpartisipasi sebagai anggota organisasi yang efektif (Greenberg, 1995). Gibson (1994) memandang sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan organisasional maupun individual. Dalam pengertian ini terdapat dua kepentingan yaitu kepentingan organisasional dan kepentingan individual. Dengan kata lain, di dalam prosesnya, sosialisasi akan berhasil bila ada partisipasi karyawan selain adanya dukungan organisasi yang bersangkutan.
Sosialisasi mencakup kegiatan di mana anggota mempelajari seluk beluk organisasi serta bagaimana mereka harus berinteraksi dan berkomunikasi antaranggota organisasi untuk menjalankan seluruh aktivitas organisasi. Umumnya, sosialisasi menyangkut dua masalah yaitu masalah makro dan masalah mikro. Masalah makro berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi karyawan, sedangkan masalah mikro lebih menyangkut pada kebijakan, struktur dan budaya organisasi.
Keberhasilan proses sosialisasi budaya tergantung pada dua hal utama (Susanto, 1997), yakni:
1) derajat keberhasilan mencapai kesesuaian nilai-nilai yang dimiliki karyawan baru dengan organisasi,
2) metode sosialisasi yang dipilih manajemen puncak dalam mengimplementasikan budayanya. Oleh sebab itu organisasi harus mampu mengajak anggotanya, terutama anggota baru, untuk menyesuaiakan dengan budaya organisasi yang menjadi pedoman pencapaian kinerja yang baik.
Di samping itu, organisasi (dibantu oleh manajemen puncak) juga harus mampu melaksanakan kegiatan sosialisasi budaya pada sumber daya manusianya, agar hasil proses sosialisasi memberi dampak positif pada produktivitas, komitmen, serta turnover sumber daya manusia tersebut. Pada akhirnya implemetasi sosialisasi budaya organisasi akan mendukung dan mendorong sumber daya manusia untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
Tujuan dan Manfaat Sosialisasi Budaya Organisasi
Tujuan sosialisasi budaya organisasi adalah:
1) membentuk suatu sikap dasar, kebiasaan dan nilai-nilai yang dapat memupuk kerja sama, integritas, dan komunikasi dalam organisasi,
2) memperkenalkan budaya organisasi pada anggota,
3) meningkatkan komitmen dan daya inovasi anggota.
Sosialisasi budaya selain bermanfaat bagi anggota tentu saja juga membawa manfaat pada organisasi. Bagi anggota sosialisasi budaya memberikan gambaran yang jelas mengenai organisasi yang dimasukinya, sehingga anggota baru terbantu dalam membuat keputusan yang tepat, sesuai dengan situasi yang dihadapi. Selain itu, sosialisasi budaya juga memudahkan anggota dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, pekerjaan, dan anggota lain intraorganisasi. sehingga menumbuhkan komitmen karyawan yang pada akhirnya diharapkan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Bagi organisasi, sosialisasi budaya bermanfaat sebagai alat komunikasi untuk semua hal yang berhubungan dengan aktivitas dan budaya organisasi sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan anggota untuk memahami segala sesuatu mengenai organisasi. Proses sosialisasi dapat dilakukan dalam proses perekrutan karyawan yang sesuai dengan organisasi dan yang mempunyai potensi besar untuk lebih berkembang. Pemilihan karyawan yang sesuai dengan budaya organisasi akan memperkuat budaya organisasi yang telah ada.
Proses Sosialisasi Budaya Organisasi
Proses sosialisasi budaya khususnya ditujukan bagi calon karyawan baru yang akan bergabung dengan perusahaan dan / atau anggota yang baru saja diterima menjadi anggota, karena mereka belum mengenal budaya organisasi secara komprehensif. Luthan (1995) menjelaskan bahwa proses sosialisasi budaya organisasi dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini:
1) Seleksi calon karyawan perusahaan; sejak awal pemilihan calon karyawan, organisasi dapat mempertimbangkan berbagai kemungkinan apakah calon karyawan tertentu akan dapat menerima kultur yang ada atau justru akan merusak kultur yang telah terbangun,
2) Penempatan karyawan pada suatu pekerjaan tertentu, dengan tujuan menciptakan kohesivitas di antara karyawan,
3) Pendalaman bidang pekerjaan; tahap ini dimaksudkan agar seseorang anggota semakin mengenal dengan baik dan menyatu dengan bidang tugasnya serta memahami apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing,
4) Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan, dimaksudkan agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan ketentuan organisasi sebagai salah satu norma budaya serta dapat lebih intensif menerapkannya di masa datang,
5) Menanamkan kesetiaan pada nilai-nilai luhur yang dimiliki organisasi,
6) Memperluas cerita dan berita tentang berbagai hal berkaitan dengan budaya organisasi, misalnya cerita tentang pemutusan hubungan kerja kepada seseorang karyawan karena menyalahgunakan kekuasaan/wewenang untuk kepentingan pribadi meskipun karyawan tersebut sangat potensial. Hal tersebut menekankan betapa pentingnya moral bagi setiap karyawan, dan nilai moral ini tidak dapat ditebus hanya dengan potensi yang dimiliki,
7) Pengakuan atas kinerja dan promosi, diberikan kepada karyawan yang mampu melaksanakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya dengan baik serta dapat menjadi teladan karyawan lain, khususnya karyawan yang baru bergabung.
Untuk dapat memberikan pengakuan, organisasi harus memiliki kriteria/ukuran baku yang dapat diterapkan secara konsisten serta dapat diikuti dengan transparan oleh karyawan lain. Beberapa hal yang dapat dijadikan tolok ukur, misalnya:
1) kemampuan teknik,
2) human relation skill / team work,
3) kepribadian,
4) potentiality, dan
5) managerial skill (bagi manajer / supervisor).
Sumber: Fred Luthans (1995:506)
Penutup
Tercapainya tujuan organisasi tergantung pada adanya kesesuaian antara individu sebagai anggota organisasi dengan budaya organisasinya. Sosialisasi merupakan salah satu strategi yang dapat dilaksanakan untuk memberikan pemahaman nilai-nilai budaya organisasi kepada anggota yang dapat mendukung tercapainya tujuan individu dan tujuan organisasi.
Proses sosialisasi dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu:
1) seleksi calon karyawan perusahaan,
2) penempatan karyawan dalam suatu pekerjaan tertentu,
3) pendalaman bidang pekerjaan,
4) penilaian kinerja dan pemberian penghargaan,
5) penanaman kesetiaan kepada nilai-nilai luhur yang dimiliki organisasi,
6) memperluas cerita dan berita mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan budaya organisasi,
7) pengakuan atas kinerja dan memberikan promosi.
Proses sosialisasi yang dilakukan perusahaan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja serta meningkatkan komitmen anggota. Ketika tingkat komitmen karyawan tinggi secara otomatis tingkat turnover karyawan rendah. Namun hal yang tidak boleh dilupakan adalah keberhasilan proses sosialisasi budaya sangat bergantung pada derajat keberhasilan dalam mencapai kesesuaian dengan budaya organisasi, ketepatan metode sosialisasi yang dipilih dan dipakai, serta peran pemimpin dalam mengarahkan dan mendorong pemahaman, pengakuan, dan pencapaian kesesuaian budaya organisasi dengan individu (anggota) baru.
Akhirnya, proses sosialisasi diharapkan memberikan kepuasan yang resiprokal organisasi-anggota, artinya organisasi dapat memberikan kepuasan kepada anggotanya, dan sebaliknya, anggota dapat memberikan kepuasan kepada organisasi melalui kreativitas dan kegiatan inovatif yang berdampak pada tingginya kinerja organisasi secara keseluruhan. @
Daftar Pustaka
Bass, B. M. Avolio, B. J., 1993, Transformational Leadership and Organizational Culture, PAQ, Spring, pp. 112-121.
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H., Jr., 1994, Organizations: Behavior, Structure, and Process, 8th Ed., Boston: Irwin.
Greenberg, J., & Robert, A.B., 1995, Behavior in Organizational: Understanding and Managing The Human Side of Work, 5th Ed., New Jersy: Prentice-Hall International, Inc.
Luthans, F., 1995, Organizational Behavior, 7th Ed., McGraw-Hill International Edition.
O'Reilly, C. A., Chatman, J., & Caldwell, D. F., 1991, People and Organizational Culture: A Profile Comperison Approach to Assesing Person-Organization Fit, 34(3), pp. 487-516.
Robbins, S. P., 1993, Organizational Behavior Concepts Controversies, and Applications, New Jersy: Prentice Hall International, Inc.
Sheriden, J. E., 1992, Organizational Culture and Employee Retention, Academy of Management Journal, 35(3), pp. 1036-1056.
Susanto, A. B., 1997, Budaya Perusahaan, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Vandenberg, C., 1999, Organizational Culture: Person-Culture Fit and Turnover: A Replication in The Health Care Industry, The Journal of Organizational Behavior, 20, pp. 175-184.
Saya dwi irawati setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .
CATATAN:
Artikel-artikel yang muncul di sini akan tetap di pertanggungjawabkan oleh penulis-penulis artikel masing-masing dan belum tentu mencerminkan sikap, pendapat atau kepercayaan Pendidikan Network.
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI MELALUI SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI
Judul: IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI MELALUI SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): Dwi Irawati
Saya Dosen di Purworejo
Topik: budaya organisasi
Tanggal: 27 september 2008
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI MELALUI SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI
Dwi Irawati
Universitas Muhammadiyah Purworejo
This article describes the significant impacts of promoting corporate culture for employees especially new recuits in their understanding of corporate culture or corporate values. Promoting corporate culture and / or corporate values is often used by many organizations to help their employees recognizing the organization's condition and surroundings. The success of this process depends on the role of the manager as well as the employess's involvement in achieving "person-culture fit", degrees of efficacy in reaching according to organizational culture, and accuracy of selected socialization method and weared.
Keywords: organization, corporate culture, person-culture fit, corporate values.
Pendahuluan
Kecenderungan sifat persaingan menuju persaingan global mesti disikapi dengan cepat dan tepat karena persaingan yang bersifat global tersebut biasanya menuntut perubahan manajemen atau pun struktur organisasi yang pada akhirnya akan berdampak pula pada budaya organisasi, dan sebaliknya. Namun, perubahan manajemen dan restrukturisasi tidak akan membawa hasil yang optimal tanpa disertai adanya budaya yang kondusif terhadap perubahan tersebut.
Organisasi sebagai sistem yang terbuka, dapat dipandang sebagai homogeneous culture dan heterogeneous
culture. Homogeneous culture menekankan pada proffesional culture dan corporate culture yang secara bersama-sama membentuk suatu komitmen jangka panjang terhadap kemajuan organisasi, sedangkan heterogeneous culture dibentuk dan dikembangkan oleh subkultur yang tumbuh dalam unit yang berbeda dalam suatu organisasi.
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh indikasi bahwa budaya organisasi akan dapat dipahami dan diterima dengan baik oleh anggota (karyawan) hanya apabila di antara keduanya terdapat kesesuaian / kecocokan, yaitu antara budaya yang tumbuh dan berkembang dalam organisasi dengan budaya yang tumbuh dalam setiap individu (person-culture fit). Semakin tinggi kesesuaian di antara keduanya, maka semakin rendah tingkat turnover karyawan (Bass & Avolio, 1993; Vestal, 1997). Salah satu cara yang dapat dipakai untuk mewujudkan kesesuaian antara budaya organisasi dengan budaya setiap individu anggota adalah proses sosialisasi budaya organisasi.
Proses sosialisasi diperlukan anggota untuk menjadikan mereka sebagai anggota organisasi yang baik, sehingga anggota tidak merasa asing dengan situasi dan budaya yang telah dimiliki organisasi. Biasanya, karyawan yang untuk pertama kalinya bergabung dengan perusahaan akan merasa asing dan diliputi ketidakmengertian yang mendalam tentang prosedur-prosedur ataupun kebijakan-kebijakan serta nilai-nilai yang terdapat dalam organisasi.
Salah satu tujuan sosialisasi adalah memperkenalkan nilai-nilai budaya organisasi secara total sehingga diharapkan karyawan akan berperilaku sesuai dengan budaya organisasi. Proses sosialisasi budaya membutuhkan waktu lama di samping juga memerlukan perhatian serius. Program sosialisasi pada akhirnya diharapkan mampu memberikan gambaran yang tepat kepada karyawan tentang lingkungan pekerjaan dan budaya organisasi tempatnya bekerja.
Untuk menciptakan proses sosialisasi yang benar, diperlukan keterlibatan karyawan, organisasi itu sendiri, dan pemimpin yang dapat memberikan dukungan serta melakukan koordinasi yang tepat selama proses sosialisasi.
Pentingnya Memahami Budaya Organisasi
Setiap organisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya organisasi. Menurut Robins (1999) budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang memedomani sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku (Susanto, 1997).
Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal maupun kegiatan implementasi perencanaan, dimana setiap kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya organisasi.
Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Budaya Organisasi
Hasil penelitian yang dilakukan O'Reilly, Chatman dan Caldwell (1991) dan Sheridan (1992) menunjukkan arti pentingnya nilai budaya organisasi dalam mempengaruhi perilaku dan sikap individu. Hasil penelitian tersebut memberikan indikasi bahwa terdapat hubungan antara person-organization fit dengan tingkat kepuasan kerja, komitmen dan turnover karyawan, dimana individu yang sesuai dengan budaya organisasi memiliki kecenderungan untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen tinggi pada organisasi, dan juga memiliki intensitas tinggi untuk tetap tinggal dan bekerja di organisasi, sebaliknya, individu yang tidak sesuai dengan budaya organisasi cenderung untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen rendah, akibatnya kecenderungan untuk meninggalkan organisasi tentu saja lebih tinggi (tingkat turnover karyawan tinggi). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai budaya secara signifikan mempengaruhi efektifitas organisasi melalui peningkatan kualitas output dan mengurangi biaya pengadaan tenaga kerja.
Dengan memahami dan menyadari arti penting budaya organisasi bagi setiap individu, akan mendorong para manajer menciptakan kultur yang menekankan pada interpersonal relationship (yang lebih menarik bagi karyawan) dibandingkan dengan kultur yang menekankan pada work task. Menurut Robbins (1993) ada sepuluh karakteristik kunci yang merupakan inti budaya organisasi, yakni :
1) Member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing-masing,
2) Group emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan dibandingkan kerja individual,
3) People focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota organisasi,
4) Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan untuk beroperasi secara terkoordinasi,
5) Control, yaitu banyaknya / jumlah peraturan dan pengawasan langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan,
6) Risk tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk menjadi lebih agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko,
7) Reward criteria, yaitu berapa besar imbalan dialokasikan sesuai dengan kinerja karyawan dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau faktor-faktor nonkinerja lainnya, 8) Conflict tolerance, yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada karyawan untuk bersikap terbuka terhadap konflik dan kritik,
9) Means-ends orientation, yaitu intensitas manajemen dalam menekankan pada penyebab atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mengembangkan hasil,
10) Open-system focus, yaitu besarnya pengawasan organisasi dan respon yang diberikan untuk mengubah lingkungan eksternal.
Manfaat Budaya Organisasi
Kesinambungan organisasi sangat tergantung pada budaya yang dimiliki. Susanto (1997) mengemukakan bahwa budaya perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai daya saing andalan organisasi dalam menjawab tantangan dan perubahan. Budaya organisasi pun dapat berfungsi sebagai rantai pengikat dalam proses menyamakan persepsi atau arah pandang anggota terhadap suatu permasalahan, sehingga akan menjadi satu kekuatan dalam pencapaian tujuan organisasi.
Beberapa manfaat budaya organisasi dikemukakan oleh Robbins (1993), yaitu:
1) membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi lain karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada di dalamnya,
2) menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota; dengan budaya yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasinya,
3) mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu,
4) menjaga stabilitas organisasi; komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi internal organisasi relatif stabil.
Keempat fungsi tersebut menunjukkan bahwa budaya dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitasnya. Oleh karena itu, nilai-nilai yang ada dalam oragnisasi perlu ditanamkan sejak dini pada diri setiap anggota.
Sosialisasi Budaya Organisasi
Definisi Sosialisasi
Budaya organisasi yang homogen dapat diciptakan melalui kegiatan sosialisasi budaya organisasi. Dalam hal ini perusahaan melakukan tindakan manipulasi budaya/persepsi. Hal-hal yang dianggap membawa pengaruh buruk pada anggota akan diarahkan agar memberi pengaruh baik, sehingga tindakan ini diharapkan dapat menciptakan kondisi yang paling ideal yang harus dilakukan seluruh anggota.
Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses di mana individu ditransformasikan pihak luar untuk berpartisipasi sebagai anggota organisasi yang efektif (Greenberg, 1995). Gibson (1994) memandang sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan organisasional maupun individual. Dalam pengertian ini terdapat dua kepentingan yaitu kepentingan organisasional dan kepentingan individual. Dengan kata lain, di dalam prosesnya, sosialisasi akan berhasil bila ada partisipasi karyawan selain adanya dukungan organisasi yang bersangkutan.
Sosialisasi mencakup kegiatan di mana anggota mempelajari seluk beluk organisasi serta bagaimana mereka harus berinteraksi dan berkomunikasi antaranggota organisasi untuk menjalankan seluruh aktivitas organisasi. Umumnya, sosialisasi menyangkut dua masalah yaitu masalah makro dan masalah mikro. Masalah makro berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi karyawan, sedangkan masalah mikro lebih menyangkut pada kebijakan, struktur dan budaya organisasi.
Keberhasilan proses sosialisasi budaya tergantung pada dua hal utama (Susanto, 1997), yakni:
1) derajat keberhasilan mencapai kesesuaian nilai-nilai yang dimiliki karyawan baru dengan organisasi,
2) metode sosialisasi yang dipilih manajemen puncak dalam mengimplementasikan budayanya. Oleh sebab itu organisasi harus mampu mengajak anggotanya, terutama anggota baru, untuk menyesuaiakan dengan budaya organisasi yang menjadi pedoman pencapaian kinerja yang baik.
Di samping itu, organisasi (dibantu oleh manajemen puncak) juga harus mampu melaksanakan kegiatan sosialisasi budaya pada sumber daya manusianya, agar hasil proses sosialisasi memberi dampak positif pada produktivitas, komitmen, serta turnover sumber daya manusia tersebut. Pada akhirnya implemetasi sosialisasi budaya organisasi akan mendukung dan mendorong sumber daya manusia untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
Tujuan dan Manfaat Sosialisasi Budaya Organisasi
Tujuan sosialisasi budaya organisasi adalah:
1) membentuk suatu sikap dasar, kebiasaan dan nilai-nilai yang dapat memupuk kerja sama, integritas, dan komunikasi dalam organisasi,
2) memperkenalkan budaya organisasi pada anggota,
3) meningkatkan komitmen dan daya inovasi anggota.
Sosialisasi budaya selain bermanfaat bagi anggota tentu saja juga membawa manfaat pada organisasi. Bagi anggota sosialisasi budaya memberikan gambaran yang jelas mengenai organisasi yang dimasukinya, sehingga anggota baru terbantu dalam membuat keputusan yang tepat, sesuai dengan situasi yang dihadapi. Selain itu, sosialisasi budaya juga memudahkan anggota dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, pekerjaan, dan anggota lain intraorganisasi. sehingga menumbuhkan komitmen karyawan yang pada akhirnya diharapkan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Bagi organisasi, sosialisasi budaya bermanfaat sebagai alat komunikasi untuk semua hal yang berhubungan dengan aktivitas dan budaya organisasi sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan anggota untuk memahami segala sesuatu mengenai organisasi. Proses sosialisasi dapat dilakukan dalam proses perekrutan karyawan yang sesuai dengan organisasi dan yang mempunyai potensi besar untuk lebih berkembang. Pemilihan karyawan yang sesuai dengan budaya organisasi akan memperkuat budaya organisasi yang telah ada.
Proses Sosialisasi Budaya Organisasi
Proses sosialisasi budaya khususnya ditujukan bagi calon karyawan baru yang akan bergabung dengan perusahaan dan / atau anggota yang baru saja diterima menjadi anggota, karena mereka belum mengenal budaya organisasi secara komprehensif. Luthan (1995) menjelaskan bahwa proses sosialisasi budaya organisasi dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini:
1) Seleksi calon karyawan perusahaan; sejak awal pemilihan calon karyawan, organisasi dapat mempertimbangkan berbagai kemungkinan apakah calon karyawan tertentu akan dapat menerima kultur yang ada atau justru akan merusak kultur yang telah terbangun,
2) Penempatan karyawan pada suatu pekerjaan tertentu, dengan tujuan menciptakan kohesivitas di antara karyawan,
3) Pendalaman bidang pekerjaan; tahap ini dimaksudkan agar seseorang anggota semakin mengenal dengan baik dan menyatu dengan bidang tugasnya serta memahami apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing,
4) Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan, dimaksudkan agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan ketentuan organisasi sebagai salah satu norma budaya serta dapat lebih intensif menerapkannya di masa datang,
5) Menanamkan kesetiaan pada nilai-nilai luhur yang dimiliki organisasi,
6) Memperluas cerita dan berita tentang berbagai hal berkaitan dengan budaya organisasi, misalnya cerita tentang pemutusan hubungan kerja kepada seseorang karyawan karena menyalahgunakan kekuasaan/wewenang untuk kepentingan pribadi meskipun karyawan tersebut sangat potensial. Hal tersebut menekankan betapa pentingnya moral bagi setiap karyawan, dan nilai moral ini tidak dapat ditebus hanya dengan potensi yang dimiliki,
7) Pengakuan atas kinerja dan promosi, diberikan kepada karyawan yang mampu melaksanakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya dengan baik serta dapat menjadi teladan karyawan lain, khususnya karyawan yang baru bergabung.
Untuk dapat memberikan pengakuan, organisasi harus memiliki kriteria/ukuran baku yang dapat diterapkan secara konsisten serta dapat diikuti dengan transparan oleh karyawan lain. Beberapa hal yang dapat dijadikan tolok ukur, misalnya:
1) kemampuan teknik,
2) human relation skill / team work,
3) kepribadian,
4) potentiality, dan
5) managerial skill (bagi manajer / supervisor).
Sumber: Fred Luthans (1995:506)
Penutup
Tercapainya tujuan organisasi tergantung pada adanya kesesuaian antara individu sebagai anggota organisasi dengan budaya organisasinya. Sosialisasi merupakan salah satu strategi yang dapat dilaksanakan untuk memberikan pemahaman nilai-nilai budaya organisasi kepada anggota yang dapat mendukung tercapainya tujuan individu dan tujuan organisasi.
Proses sosialisasi dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu:
1) seleksi calon karyawan perusahaan,
2) penempatan karyawan dalam suatu pekerjaan tertentu,
3) pendalaman bidang pekerjaan,
4) penilaian kinerja dan pemberian penghargaan,
5) penanaman kesetiaan kepada nilai-nilai luhur yang dimiliki organisasi,
6) memperluas cerita dan berita mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan budaya organisasi,
7) pengakuan atas kinerja dan memberikan promosi.
Proses sosialisasi yang dilakukan perusahaan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja serta meningkatkan komitmen anggota. Ketika tingkat komitmen karyawan tinggi secara otomatis tingkat turnover karyawan rendah. Namun hal yang tidak boleh dilupakan adalah keberhasilan proses sosialisasi budaya sangat bergantung pada derajat keberhasilan dalam mencapai kesesuaian dengan budaya organisasi, ketepatan metode sosialisasi yang dipilih dan dipakai, serta peran pemimpin dalam mengarahkan dan mendorong pemahaman, pengakuan, dan pencapaian kesesuaian budaya organisasi dengan individu (anggota) baru.
Akhirnya, proses sosialisasi diharapkan memberikan kepuasan yang resiprokal organisasi-anggota, artinya organisasi dapat memberikan kepuasan kepada anggotanya, dan sebaliknya, anggota dapat memberikan kepuasan kepada organisasi melalui kreativitas dan kegiatan inovatif yang berdampak pada tingginya kinerja organisasi secara keseluruhan. @
Daftar Pustaka
Bass, B. M. Avolio, B. J., 1993, Transformational Leadership and Organizational Culture, PAQ, Spring, pp. 112-121.
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H., Jr., 1994, Organizations: Behavior, Structure, and Process, 8th Ed., Boston: Irwin.
Greenberg, J., & Robert, A.B., 1995, Behavior in Organizational: Understanding and Managing The Human Side of Work, 5th Ed., New Jersy: Prentice-Hall International, Inc.
Luthans, F., 1995, Organizational Behavior, 7th Ed., McGraw-Hill International Edition.
O'Reilly, C. A., Chatman, J., & Caldwell, D. F., 1991, People and Organizational Culture: A Profile Comperison Approach to Assesing Person-Organization Fit, 34(3), pp. 487-516.
Robbins, S. P., 1993, Organizational Behavior Concepts Controversies, and Applications, New Jersy: Prentice Hall International, Inc.
Sheriden, J. E., 1992, Organizational Culture and Employee Retention, Academy of Management Journal, 35(3), pp. 1036-1056.
Susanto, A. B., 1997, Budaya Perusahaan, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Vandenberg, C., 1999, Organizational Culture: Person-Culture Fit and Turnover: A Replication in The Health Care Industry, The Journal of Organizational Behavior, 20, pp. 175-184.
Saya dwi irawati setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .
CATATAN:
Artikel-artikel yang muncul di sini akan tetap di pertanggungjawabkan oleh penulis-penulis artikel masing-masing dan belum tentu mencerminkan sikap, pendapat atau kepercayaan Pendidikan Network.
05.51
|
Diposting oleh
zumri-policeline.blogspot.com
|
Comments: (0)
Sobat sudah nonton Film baru 2012? itu loh Film tentang Kiamat yang terjadi pada Tahun 2012. Kalo belum silahkan Donwload Film 2012 dari link lokal Full Version. Apa benar dunia akan berakhir pada tahun 2012? Menurut ramalan Suku Maya sih mengatakan demikian.
film-kiamat-2012In Theaters: November 13, 2009
Studio: Columbia Pictures (Sony)
MPAA Rating: Not Available
Starring: John Cusack, Chiwetel Ejiofor, Amanda Peet, Oliver Platt, Thandie Newton, Danny Glover, Woody Harrelson Directed By: Roland Emmerich
Screenwriter:
Roland Emmerich, Harald Kloser
Plot Summary
Never before has a date in history been so significant to so many cultures, so many religions, scientists, and governments. "2012" is an epic adventure about a global cataclysm that brings an end to the world and tells of the heroic struggle of the survivors.
Download Film 2012 Lokal
http://www.indowebster.com/2012__11.html
Special Thx to Uploader…
Tapi, saya sih sama sekali gak percaya kalau tahun 2012 dunia bakal kiamat. Kenapa? liat aja pas kasus 9/9/99 yang katanya dulu dunia bakal kiamat. Mana buktinya? sampe sekarang gak kiamat2 tuh :P .
Btw, denger2 nih Film dah di Fatwa haram ma MUI, jangan2 bentar lagi bakal ditarik dari perdaran. Makanya, segera Download Film 2012 sekarang juga :D. Yang lebih suka Movie Anime, silahkan Download Movie Bleach 3 disini.http://http://fujiantoview.blogspot.com/2009/10/download-bleach-movie-3-fade-to-black.html/_fEgIYxZ4v3I/Swznm8TQnNI/AAAAAAAABFQ/tiJEYaj01Lw/s1600/film-kiamat-2012%5B6%5D.jpg
film-kiamat-2012In Theaters: November 13, 2009
Studio: Columbia Pictures (Sony)
MPAA Rating: Not Available
Starring: John Cusack, Chiwetel Ejiofor, Amanda Peet, Oliver Platt, Thandie Newton, Danny Glover, Woody Harrelson Directed By: Roland Emmerich
Screenwriter:
Roland Emmerich, Harald Kloser
Plot Summary
Never before has a date in history been so significant to so many cultures, so many religions, scientists, and governments. "2012" is an epic adventure about a global cataclysm that brings an end to the world and tells of the heroic struggle of the survivors.
Download Film 2012 Lokal
http://www.indowebster.com/2012__11.html
Special Thx to Uploader…
Tapi, saya sih sama sekali gak percaya kalau tahun 2012 dunia bakal kiamat. Kenapa? liat aja pas kasus 9/9/99 yang katanya dulu dunia bakal kiamat. Mana buktinya? sampe sekarang gak kiamat2 tuh :P .
Btw, denger2 nih Film dah di Fatwa haram ma MUI, jangan2 bentar lagi bakal ditarik dari perdaran. Makanya, segera Download Film 2012 sekarang juga :D. Yang lebih suka Movie Anime, silahkan Download Movie Bleach 3 disini.http://http://fujiantoview.blogspot.com/2009/10/download-bleach-movie-3-fade-to-black.html/_fEgIYxZ4v3I/Swznm8TQnNI/AAAAAAAABFQ/tiJEYaj01Lw/s1600/film-kiamat-2012%5B6%5D.jpg
Langganan:
Postingan (Atom)